Pakaian Adat Kalimantan Timur
Orang
Kalimantan Timur (Kaltim) biasanya mengenakan pakaian khas mereka
bergantung fungsi dan penggunaan. Pakaian yang dikenakan untuk bepergian
berbeda dengan pakaian sehari-hari. Apalagi pakaian untuk acara dan
upacara-upacara tertentu. Begitu pula pakaian yang dikenakan untuk
menari pun berbeda dengan pakaian lainnya. Pakaian adat yang dimiliki
masyarakat Kaltim biasa dikenakan pada saat upacara, perkawinan, tarian,
dan sebagainya.
Pada
jaman Kesultanan Kutai Kartanegara (1300-1325), ketika upacara adat
masih dilaksanakan, pakaian adat tradisional masih ketat diterapkan di
kerajaan. Pakaian adat tersebut dikenakan pada saat peringatan hari
nobat raja, perkawinan putra putri raja, saat diadakan adat erau atau pesta kerajaan, serangkaian upacara adat seperti adat mendirikan ayu, adat bepelas, adat menurunkan naga, adat menari ganjur dan lainnya. Tarian ganjur merupakan tarian setelah perlaksanaan upacara adat erau.
Pakaian adat saat upacara adat bepelas tersebut terdiri dari tutup kepala atau kopiah yang kiri kanannya berkancing emas, baju palembangan
berkerah yang kancingnya dari emas sebanyak lima buah, bercelana
sekoncong yang agak lebar, dan berselop sebagai alas kakinya. Baju
palembangan tersebut terbuat dari bahan sutera berkembang-bekembang, dan
memakai kain dodot. Para perempuan juga mesti mengenakan pakaian adat yang telah ditentukan, dilarang memakai pakaian bebas.
Adapun saat pelaksanaan adat menari ganjur mengenakan pakaian adat yang teridiri dari tutup kepala sejenis daster yang dinamakan bolang, yang
terdiri dari tiga warna atau lebih. Warna-warna tersebut mengandung
makna, bahwa semakin banyak warna yang dipakai, semakin tinggi derajat
si pemakainya. Lalu baju yang dikenakan adalah potongan teluk belanga
satin berwarna hijau dan kuning muda, bercelana panjang yang warnanya
sama dengan baju, di luar celana dikenakan dodot rambu. Dodot rambu adalah kain panjang yang diberi hiasan berumbai-rumbai benang emas. Bagian depan dodot rambu ujungnya dipasang di atas lutut, sementara bagian belakang sampai ke tumit.
Dalam
serangkaian acara tersebut, para pembesar kerajaan, keluarga raja,
pangkon, dan para tamu mengenakan pakaian adat tradisional yang telah
ditentukan oleh raja secara turun temurun. Setiap warga Kutai patuh dan
taat mengikuti aturan tersebut. Tidak satupun yang berani melanggar
ketentuan adat itu, terutama pada upacara erau kerajaan mesti mengenakan
pakaian adat. Masing-masing status di Kutai telah ditentukan pakaian
adat tradisionalnya sesuai dengan derajatnya.
Hal
tersebut terutama pada upacara adat perkawinan. Mempelai yang berasal
dari rakyat biasa akan merasa segan mengenakan pakaian yang dikhususkan
untuk mempelai keturunan raja-raja, meskipun rakyat biasa tersebut
memiliki kedudukan yang terhormat dalam pergaulan masyarakat. Demikian
pula saat menghadiri upacara erau dan lainnya.
Setelah
swapraja dihapuskan berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959, peraturan adat
yang ketat itupun mulai longgar. Sultan tidak lagi memegang kekuasaan
dalam pemerintahan. Hal ini berakibat pada upacara erau yang tidak lagi
bisa dilaksanakan karena biaya yang amat mahal. Saat ini upacara erau
hanya dilaksanakan dalam memperingati hari jadi Kota Tenggarong. Pada
upacara inilah masyarakat mengenakan pakaian adat tradisional Kalimantan
Timur. Bahkan pakaian adat mereka berbeda-beda karena masyarakat Kaltim
berasal dari berbagai suku.
Selain
pakaian adat tadi, ada lagi pakaian adat tradisional bernama Kustin.
Pakaian ini dipakai oleh suku Kutai dari golongan menengah ke atas pada
waktu upacara pernikahan. Istilah kustin sendiri berasal dari kata
kostum yang artinya kebesaran, atau yang berarti pakaian kebesaran suku
Kutai. Tapi itu dulu pada jaman kerajaan Kutai Kartanegara.
Bahan baju Kustin dari beledru warna hitam, berlengan panjang dan kerah tinggi. Ujung lengan, kerah serta bagian dada berhias pasmen. Celana yang dikenakan adalah celana panjang, warnanya sama dengan baju. Di luar celananya dipasang dodot rambu. Tutup kepala yang dikenakan adalah kopiah bundar yang dinamakan setorong,
tingginya 15 cm, berpasmen yang berwarna keemasan. Bagian depan
setorong dihiasi dengan lambang yang berwujud wapen. Hal ini mengandung
makna menunjukan kekuasaan seseorang. Alas kakinya mengenakan selop
kulit berwarna hitam. Perhiasannya terdiri dari kalung bersusun
disematkan di baju bagian dada.
Sementara
wanitanya mengenakan sanggul atau gelung Kutai, bentuknya hampir sama
dengan sanggul Jawa. Pada puncak bagian belakang dikenakan kelibun
yang berwarna kuning, bahannya terbuat dari sutera. Untuk kainnya
dipakaikan tapeh berambui, yakni kain panjang berumbai-rumbai benang
emas yang diletakan di bagian muka. Bajunya berkerah tinggi dan
berlengan panjang. Leher dan bagian depan baju memakai pasmen. Pasmen dan storong berfungsi untuk menunjukan status si pemakainya.
sumber: http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1184/pakaian-adat-kalimantan-timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar