Selasa, 25 Februari 2014

desa budaya kaltim

Kaltim akan perbanyak desa budaya

Awaluddin Jalil
Senin,  28 Januari 2013  −  18:33 WIB
Kaltim akan perbanyak desa budaya
Ilustrasi (istimewa)
Sindonews.com - Untuk menarik minat wisatawan, Pemerintah Povinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berniat memperbanyak desa budaya. Desa budaya ini akan dijadikan destinasi wisata melalui promosi yang terus dilakukan.

Desa budaya ini akan menjadi target Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kaltim untuk dikembangkan dan dijadikan tujuan pariwisata. Sejak beberapa tahun terakhir, telah tumbuh kampung dan desa wisata di beberapa wilayah di Kaltim.

Sebut saja yang telah terkenal adalah Desa Budaya Dayak di Pampang, Samarinda dan Kampung Wisata Nelayan di Bontang Kuala, Bontang.

Selain itu ada Kampung Wisata Sarung Samarinda di Samarinda, Kampung di atas Air di Balikpapan, Kampung Seni di Pasar Tangga Arung, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Desa Wisata Pulau Derawan dan yang kini mulai tumbuh adalah Kampung Amplang di Samarinda.

“Kita memang terus mendorong dan memberikan dukungan terhadap tumbuhnya kampung-kampung wisata baru. Kesempatan dan peluang inilah yang harus dimanfaatkan oleh kabupaten/kota dalam mewujudkan kampung dan desa wisata tersebut,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kaltim M Aswin, Senin (28/1/2013).

Diakuinya, Disbudpar Kaltim memang hanya sebatas memberi dukungan dan koordinasi saja. Karena segala kebijakan untuk menciptakan kampung wisata ini adalah kewenangan pemerintah kabupaten dan kota. Jika desa budaya terus diperbanyak, maka otomatis obyek wisata di Kaltim juga akan banyak.

Diharapkan setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam menjual obyek wisatanya. Baik obyek wisata budaya, seni pedalaman dan pesisir, maupun kekayaan kuliner daerah.

“Jadi jika ada kabupaten/kota yang menciptakan kampung atau desa wisata baru tentu akan kita dukung, terutama dari program dan promosi,” katanya.
 sumber:http://nasional.sindonews.com/read/2013/01/28/25/711817/kaltim-akan-perbanyak-desa-budaya

pakaian adat kaltim

Pakaian Adat Kalimantan Timur

Orang Kalimantan Timur (Kaltim) biasanya mengenakan pakaian khas mereka bergantung fungsi dan penggunaan. Pakaian yang dikenakan untuk bepergian berbeda dengan pakaian sehari-hari. Apalagi pakaian untuk acara dan upacara-upacara tertentu. Begitu pula pakaian yang dikenakan untuk menari pun berbeda dengan pakaian lainnya. Pakaian adat yang dimiliki masyarakat Kaltim biasa dikenakan pada saat upacara, perkawinan, tarian, dan sebagainya.
Pada jaman Kesultanan Kutai Kartanegara (1300-1325), ketika upacara adat masih dilaksanakan, pakaian adat tradisional masih ketat diterapkan di kerajaan. Pakaian adat tersebut dikenakan pada saat peringatan hari nobat raja, perkawinan putra putri raja, saat diadakan adat erau atau pesta kerajaan, serangkaian upacara adat seperti adat mendirikan ayu, adat bepelas, adat menurunkan naga, adat menari ganjur dan lainnya. Tarian ganjur merupakan tarian setelah perlaksanaan upacara adat erau.
Pakaian adat saat upacara adat bepelas tersebut terdiri dari tutup kepala atau kopiah yang kiri kanannya berkancing emas, baju palembangan berkerah yang kancingnya dari emas sebanyak lima buah, bercelana sekoncong yang agak lebar, dan berselop sebagai alas kakinya. Baju palembangan tersebut terbuat dari bahan sutera berkembang-bekembang, dan memakai kain dodot. Para perempuan juga mesti mengenakan pakaian adat yang telah ditentukan, dilarang memakai pakaian bebas.
Adapun saat pelaksanaan adat menari ganjur mengenakan pakaian adat yang teridiri dari tutup kepala sejenis daster yang dinamakan bolang, yang terdiri dari tiga warna atau lebih. Warna-warna tersebut mengandung makna, bahwa semakin banyak warna yang dipakai, semakin tinggi derajat si pemakainya. Lalu baju yang dikenakan adalah potongan teluk belanga satin berwarna hijau dan kuning muda, bercelana panjang yang warnanya sama dengan baju, di luar celana dikenakan dodot rambu. Dodot rambu adalah kain panjang yang diberi hiasan berumbai-rumbai benang emas. Bagian depan dodot rambu ujungnya dipasang di atas lutut, sementara bagian belakang sampai ke tumit.
Dalam serangkaian acara tersebut, para pembesar kerajaan, keluarga raja, pangkon, dan para tamu mengenakan pakaian adat tradisional yang telah ditentukan oleh raja secara turun temurun. Setiap warga Kutai patuh dan taat mengikuti aturan tersebut. Tidak satupun yang berani melanggar ketentuan adat itu, terutama pada upacara erau kerajaan mesti mengenakan pakaian adat. Masing-masing status di Kutai telah ditentukan pakaian adat tradisionalnya sesuai dengan derajatnya.
Hal tersebut terutama pada upacara adat perkawinan. Mempelai yang berasal dari rakyat biasa akan merasa segan mengenakan pakaian yang dikhususkan untuk mempelai keturunan raja-raja, meskipun rakyat biasa tersebut memiliki kedudukan yang terhormat dalam pergaulan masyarakat. Demikian pula saat menghadiri upacara erau dan lainnya.
Setelah swapraja dihapuskan berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959, peraturan adat yang ketat itupun mulai longgar. Sultan tidak lagi memegang kekuasaan dalam pemerintahan. Hal ini berakibat pada upacara erau yang tidak lagi bisa dilaksanakan karena biaya yang amat mahal. Saat ini upacara erau hanya dilaksanakan dalam memperingati hari jadi Kota Tenggarong. Pada upacara inilah masyarakat mengenakan pakaian adat tradisional Kalimantan Timur. Bahkan pakaian adat mereka berbeda-beda karena masyarakat Kaltim berasal dari berbagai suku.
Selain pakaian adat tadi, ada lagi pakaian adat tradisional bernama Kustin. Pakaian ini dipakai oleh suku Kutai dari golongan menengah ke atas pada waktu upacara pernikahan. Istilah kustin sendiri berasal dari kata kostum yang artinya kebesaran, atau yang berarti pakaian kebesaran suku Kutai. Tapi itu dulu pada jaman kerajaan Kutai Kartanegara.
Bahan baju Kustin  dari beledru warna hitam, berlengan panjang dan kerah tinggi. Ujung lengan, kerah serta bagian dada berhias pasmen. Celana yang dikenakan adalah celana panjang, warnanya sama dengan baju. Di luar celananya dipasang dodot rambu. Tutup kepala yang dikenakan adalah kopiah bundar yang dinamakan setorong, tingginya 15 cm, berpasmen yang berwarna keemasan. Bagian depan setorong dihiasi dengan lambang yang berwujud wapen. Hal ini mengandung makna menunjukan kekuasaan seseorang. Alas kakinya mengenakan selop kulit berwarna hitam. Perhiasannya terdiri dari kalung bersusun disematkan di baju bagian dada.
Sementara wanitanya mengenakan sanggul atau gelung Kutai, bentuknya hampir sama dengan sanggul Jawa. Pada puncak bagian belakang dikenakan kelibun yang berwarna kuning, bahannya terbuat dari sutera. Untuk kainnya dipakaikan tapeh berambui, yakni kain panjang berumbai-rumbai benang emas yang diletakan di bagian muka. Bajunya berkerah tinggi dan berlengan panjang. Leher dan bagian depan baju memakai pasmen. Pasmen dan storong berfungsi untuk menunjukan status si pemakainya.



sumber:  http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1184/pakaian-adat-kalimantan-timur
 

budaya yang hampir punah di kaltim

Pengrajin Hampir Punah, Batik Kaltim Diproduksi di Jawa
Mengintip Persiapan UMKM Kaltim Hadapai Pasar Bebas; Produksi Kerajinan (2)
 
Jumat, 18 Oktober 2013 - 06:56:05
|
Pro Bisnis
|
Dibaca : 583 Kali
 
Selain kuliner khas seperti amplang, produk kerajinan daerah Kaltim merupakan favorit wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun, saat ini, salah satu komoditas unggulan untuk kalangan pelaku UMKM lokal itu, kini seperti kehilangan gairah. Alih-alih bersaing dengan pengusaha asing, produksi kerajinan lokal bahkan lebih banyak dijalankan masyarakat luar daerah.
 
NUR RAHMAN, Samarinda
 
SUVENIR khas Kaltim, justru bukanlah bisnis utama para pedagang kerajinan lokal. Sebagian besar omzet, justru ditopang pemasukan dari penjualan batu permata yang merupakan kerajinan khas provinsi tetangga, yakni Kalimantan Selatan.

Pilihan tersebut memang terpaksa diambil para pengusaha mengingat gairah pasar komoditas ini tak seantusias beberapa waktu silam. Tak hanya serapan pasar, produsen kerajinan khas Kaltim pun seakan telah jenuh mengembangkan produk yang sebenarnya memiliki banyak peminat itu dari luar daerah itu.

Kholis Darul Quthbi, salah satu pengusaha kerajinan mengatakan, untuk mendapatkan barang kerajinan seperti perhiasan dan ukiran, dia mengaku harus menyediakan modal untuk membayar para pengrajin. Padahal, beberapa tahun lalu, kata dia, para pengrajin berlomba-lomba menitipkan karya mereka di lapaknya.

“Sekarang, ada uang ya ada barang. Itupun, harus jauh-jauh hari karena pengerjaannya memakan waktu,” ucapnya. Panjangnya waktu pembuatan disebut Kholis disebabkan semakin berkurangnya jumlah pengrajin di Samarinda dan sekitarnya. “Makin tahun, seperti tidak ada yang melanjutkan memproduksi kerajinan. Padahal, saya sering mendapat permintaan dalam jumlah banyak yang datangnya secara mendadak,” ujarnya.

Kurangnya tenaga pengrajin itu juga, lanjut dia, yang membuat harga hasil kerajinan asli Kaltim semakin tinggi. Celah ini membuat para pengrajin produk serupa dari luar daerah mulai “membajak” beberapa kerajinan khas Kaltim.

“Ada yang dari Jawa, ada juga dari Sulawesi. Bahkan, saya dengar, produksi mereka sudah tembus hingga ke Malaysia,” kata dia. Tingginya animo masyarakat luar daerah menggarap motif-motif khas Kalimantan, membuat mereka barang “tiruan” tersebut memiliki harga lebih bersaing.

“Saking jauhnya selisih harga, beberapa pengusaha di Samarinda juga ada yang memilih memasok barang dari luar Kaltim. Daripada mengharapkan pengrajin lokal, sudah harganya lebih tinggi, kerja sama juga tak bisa dilakukan berkelanjutan,” beber pemilik toko suvenir Dewi Indah itu.

Menghadapi pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN, sarjana ekonomi itu mengaku pasrah. “Memproduksi kerajinan daerah saja, pengrajin kalah bersaing dengan daerah lain. Jika ditambah pengusaha asing, saya hanya bisa mengandalkan kedekatan dengan pelanggan saja,” urainya.

Kepercayaan pasar itulah yang disebut Kholis menjadi senjata utama mereka untuk konsisten menjual kerajinan khas Kaltim. “Untungnya, saya sudah 20 tahun lebih berbisnis seperti ini. Kalau baru mulai sekarang, saya rasa berat menjalankannya. Apalagi nanti akan ada pesaing dari luar negeri,” tandasnya.

Sementara itu, pengusaha kerajinan lainnya, Rasyid Fikri menuturkan, karena sepi peminat, dirinya kini lebih memilih menjajakan kerajinan dari Kalimantan Selatan. “Saya memang masih menjual suvenir khas Kaltim, seperti gelang, kalung, dan kerajinan lainnya yang berbahan manik,” ucapnya.

Namun, untuk menopang usahanya, dia mengaku penghasilannya lebih banyak didapat dari penjualan permata dan emas putih. “Barang-barang kerajinan biasanya hanya laris saat ada event tertentu saja. Pada hari-hari biasa, hanya barang-barang kecil yang laku,” ucap pengusaha yang memiliki lapak di Mal Mesra Indah itu.

Sama seperti Kholis, Fikri juga menyebut membeli beberapa hasil kerajinan yang diproduksi luar daerah. “Tapi tetap khas Kaltim, seperti kerajinan manik dan batik Kalimantan. Desainnya di sini, hanya diproduksinya yang di Jawa,” kata dia.

Langkah itu dia lakukan agar mendapatkan barang dengan harga lebih murah. “Kalau diproduksi di sini, harganya lebih mahal. Kalau harganya sama saja, saya pasti beli produk asli Kaltim,” tuturnya.

Selain itu, konsistensi suplai juga menjadi alasan Fikri lebih memilih memasok dari Pulau Jawa. “Tak banyak pengrajin lokal kita bisa memproduksi terus menerus. Sementara, saya harus tetap memenuhi permintaan untuk menjaga kepercayaan pasar,” lanjutnya. (lhl/*/k1)
 

kerajinan budaya kaltim dan makanan lokal

Selasa, 24 April 2012

KERAJINAN TANGAN DAN MAKANAN LOKAL KOTA SAMARINDA YANG LUAR BIASA

Kerajinan tangan adalah sesuatu yang bisa membuat banyak hal biasa menjadi menarik, dan dari beberapa kerajinan tangan yang pernah saya lihat, kerajinan tangan khas dikalimantan timur khususnya Samarinda banyak yang menarik juga.

makanan khas dan kerajinan tangan lainnya seperti sarung tenun dan kerajinan seni pahat dan ukiran juga manik - manik banyak dan dapat kita lihat di Kaltim Samarinda.

Samarinda Seberang tepatnya, kita bisa melihat semua kerajinan tersebut banyak dibuat oleh pengrajin yang dominan home industri dari ibu rumah tangga tetapi untuk makanan khas diSamarinda kota juga dapat dijumpai karena masyarakat lokal juga doyan.

Beberapa kelompok usaha yang cukup dikenal didalam dunia sarung tenun adalah KUB (KELOMPOK USAHA BERSAMA) Aneka Cahaya Aqila dengan sebutan Raja Sarung Kaltim yang dipimpin oleh DRS. Haruni . HW, salah satu pengrajin sarungtenun dengan bahan dasar kain sutra dan katun. Ada juga CAHAYA SAMARINDA yang juga pengarajin sarung tenun dengan corak khas Samarinda yang dipimpin oleh HJ.ADERI dan ARSYAD, keduanya berlokasi diSamarinda seberang.

Makanan khas Samarinda adalah Amplang, amplang adalah makanan yang bentuknya sedikit unik dengan rasa seperti kerupuk dengan rasa khas yaitu rasa ikan tenggiri dan sangat aman dikonsumsi semua umur.

Salah satu UKM (usaha kecil menengah) yang memproduksi makanan ini adalah UKM CENTER EAST KALIMANTAN yang bertempat di Samarinda kota.

SALAH KERAJINAN SARUNG TENUN KHAS SAMARINDA








SALAH SATU KERAJINAN TANGAN MANIK-MANIK YANG MASUK REKOR MURI  
 
sumber  :http://demmysays.blogspot.com/

Cagar Budaya Kalimantan Timur

Samarinda

Klenteng Thien Ie Kong

Kelenteng Thien Ie Kong yang berada di Samarinda dan dibangun sejak jaman penjajahan Belanda. Bangunan yang berdiri sejak tahun 1905 tersebut masih berdiri kokoh walaupun pernah hampir terkena  bom Jepang yang dijatuhkan untuk menghancurkan pabrik pengolahan minyak goreng yang berada dibelakang kelenteng, Kelenteng yang berada di Jalan Yos Sudarso Samarinda terletak di  muara Sungai Karang Mumus dan Sungai Mahakam ini bahan bangunannya  terbuat dari kayu yang  didatangkan khusus dari negeri Cina. Bahkan, rangkaian bangunan sudah dibuat dari negeri asalnya.
Di Samarinda, kayu-kayu tersebut dirangkai menjadi satu. Uniknya, sambungan rangka tiang pada bangunan ini tidak menggunakan paku dari besi. Semuanya menggunakan pasak kayu, bahkan  engsel pintu pun terbuat dari kayu. “Kelenteng ini tidak saja selalu ramai oleh wargaTionghoa, tetapi juga masyarakat yang sekitar yang ingin bersantai di bagian belakang klenteng. Para orangtua sering melakukan pertemuan di gazebo dan para remaja berolahraga,” jelas Sugeng Haryono.(vb/yul)

Masjid Shiratal Mustaqiem
Pada tahun 1880, Said Abdurachman bin Assegaf dengan gelar Pangeran Bendahara, seorang pedagang muslim dari Pontianak, datang ke Kesultanan Kutai. Ia memilih kawasan Samarinda Seberang sebagai tempat tinggalnya dan ditanggapi oleh Sultan Kutai saat itu,Aji Muhammad Sulaiman setelah melihat ketekunan dan ketaatan Said Abdurachman dalam menjalankan syariat Islam.
Pada masa itu, Samarinda Seberang cukup dikenal sebagai daerah arena judi, baik sabung ayam pada siang hari atau pun judi dadu pada malam hari. Selain itu, peredaran minuman keras juga marak di kawasan Samarinda Seberang sehingga menimbulkan keresahan warga sekitar, karena bisa merusak citra Samarinda Seberang sebagai syiar Islam. Warga kampung hampir tak ada yang berani ke kawasan ini karena takut. Namun, Pangeran Bendahara mendatangi mereka untuk mengajak menjalankan syariat Islam.
Pangeran Bendahara dan tokoh masyarakat setempat berunding untuk mencari jalan keluar agar Samarinda Seberang bersih dari aktivitas itu. Dalam perundingan disepakati, lahan seluas 2.028 meter persegi di sana akan didirikan masjid.
Setahun kemudian, pada 1881, empat tiang utama (soko guru) mulai dibangun oleh Said Abdurachman bersama warga. Konon katanya, berdirinya empat tiang itu karena bantuan seorang nenek misterius yang hingga kini belum diketahui keberadaannya. Kala itu, banyak warga yang tak mampu mengangkat dan menanamkan tiang utama. Berkali-kali dilakukan, tetap saja gagal. Beberapa menit kemudian, datanglah seorang perempuan berusia lanjut. Dengan tenang dia mendekati warga yang sedang gotong royong. Nenek tadi meminta izin kepada warga untuk mengangkat dan memasang tiang. Warga yang mendengar ucapan sang nenek, langsung tertawa. Namun Said Abdurachman malah sebaliknya. Dia menyambut kedatangan nenek itu. Said pun meminta warga untuk memperkenankan si nenek untuk melakukan apa yang diinginkan. Nenek pun meminta warga dan Said Abdurachman balik ke rumah masing-masing.
Esok harinya usai salat Subuh, warga berbondong-bondong mendatangi lokasi pembangunan masjid. Seperti tak percaya, empat tiang utama telah tertanam kokoh. Warga pun kaget, tapi tak satu pun orang yang mampu menemukan keberadaan nenek itu. Setelah itu, Said Abdurachman dan tokoh masyarakat membangun masjid. Selama sepuluh tahun, pada 1891, atau tepat pada 27 Rajab 1311 Hijriyah, akhirnya Masjid Shirathal Mustaqiem rampung dari pengerjaannya. Sultan Kutai Adji Mohammad Sulaiman, sekaligus menjadi imam masjid pertama yang memimpin salat.
Setelah bangunan masjid rampung, pada 1901 Henry Dasen, seorang saudagar kaya berkebangsaan Belanda, memberikan sejumlah hartanya untuk pembangunan menara masjid berbentuk segi delapan, setinggi 21 meter. Menara itu berdiri tepat di belakang kiblat masjid. 
 
Sumber:
http://www.pariwisatakaltim.com/seni-budaya/cagar-budaya/

nasi subut khas kaltim

Kuliner Nusantara Nasi Subut Khas Kaltim

Kuliner Nusantara Nasi Subut Khas Kaltim
Kuliner Nusantara Nasi Subut Khas Kaltim 

Kuliner Nusantara Nasi Subut Khas Kaltim - Nasi Subut adalah makanan khas masyarakat Tana Tidung. Tana Tidung merupakan kabupaten termuda di Kalimantan Timur. Makanan ini kaya akan gizi. Nasi Subut tidak berwarna putih atau merah seperti nasi pada umumnya, namun Nasi Subut berwarna ungu.
Ragam Nusantara - Bahan dasar pembuatan Nasi Subut adalah nasi, ubi jalar yang berwarna ungu dan jagung. Proses pembuatanya tidak terlalu sulit. Nasi Subut adalah campuran antara nasi, ubi jalar dan biji jagung. Beras dimasak seperti biasa agar menjadi nasi. Ubi jalar dipotong berbentuk seperti dadu, kemudian direbus atau dikukus. Biji jagung diberi sedikit garam agar terasa gurih, kemudian direbus atau dikukus. Ketiga bahan yang sudah matang dicampur menjadi satu. Tidak ada takaran khusus, semua tergantung selera dan kebutuhan. Bagi yang tidak menginginkan banyak nasi, takaran nasi dikurangi, sementara ubi jalar dan jagungnya ditambah. Begitu juga sebaliknya. Beberapa masyarakat setempat mengatakan bahwa makanan ini sudah ada sejak nenek moyang mereka denan maksud untuk menghindari kelebihan makan nasi.
Kuliner Nusantara Nasi Subut Khas Kaltim ini tidak lengkap jika dimakan tanpa ada lauknya. Masyarakat Tana Tidung biasanya menyantap Nasi Subut dengan lauk sate ikan pari. Ikan pari banyak didapat dari Sungai Sesayap yang merupakan sungai induk di bagian utara Kalimantan Timur. Di sungai ini, seringkali para nelayan mudah untuk mendapatkan ikan pari.
Membuat olahan sate ikan pari tidak terlalu sulit. Terlebih dahulu ikan pari dibersihkan, kemudian bagian kulit dibuang dan yang diambil bagian daging. Langkah ini membutuhkan keterampilan dan keuletan yang tinggi karena tidak mudah memisahkan daging dari kulit ikan. Selanjutnya daging dipotong berbentuk dadu. Daging ikan pari yang sudah berbentuk dadu direndam dalam perasan air jeruk dalam waktu kurang lebih 2 menit. Daging dibersihkan lagi. Haluskan merica, kunyit, bawang merah dan bawang putih kemudian masukkan ke dalam wadah. Daging yang sudah bersih dimasukkan kedalam wadah berisi bumbu – bumbu yang sudah dihaluskan tadi. Daging diaduk pelan, supaya bumbu tercampur merata. Kemudian daging ikan pari dipanggang di atas bara api hingga matang. Jika ingin menambah cita rasa bumbu dan aroma, selama proses pemanggangan oleskan bumbu pada daging. Jika daging sudah matang, olesi daging dengan madu dan kecap manis. Untuk pelengkap, saus tentu sangat cocok untuk menambah gurih sate ini. Haluskan tomat, bawang putih, bawang merah, gula merah dan garam. Bumbu yang sudah dihaluskan itu kemudian ditumis hingga mengeluarkan aroma harum. Kemudian tuangkan bumbu di atas sate ikan pari. Makanan ini tentu lebih nikmat jika disantap saat masih hangat. 
Minuman yang cocok saat menyantap Kuliner Nusantara Nasi Subut Khas Kaltim  ini adalah susu hangat yang dicampur sari bawang hutan. Setelah minum susu ini dijamin badan anda terasa segar. Badan yang mulanya kurang fit bisa kembali fit lagi. Kuliner khas nusantara ini harus selalu dilestarikan.
 
 
 
sumber :  http://kenali-negeri.blogspot.com/2013/11/kuliner-nusantara-nasi-subut-khas-kaltim.html

Wisata Kalimantan Timur


        

Sumber: https://www.google.com/search?q=wisata+kalimantan+timur&client=firefox-a&hs=2B0&rls=org.mozilla:en-US:official&channel=fflb&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=kasMU4DsAYuMrgez54HAAw&ved=0CCcQsAQ&biw=1024&bih=602

kebudayaan kaltim di 5 negara

Designer Asal Bontang Pamerkan Budaya Kaltim di Lima Negara

SEBAGAI putra daerah asal Kalimantan Timur, patut kiranya bagi Fei, designer muda berbakat asal Kota Taman ini memamerkan budaya asli Kalimantan Timur yang memiliki ciri khas masing-masing, di lima negera yang bakal dikunjunginya pada Agustus mendatang, diantaranya Venezuela, Amerika Latin, Los Angeles, Chicago, New York City dan Cuba.
Berawal dari mimpi, akhirnya menjadi kenyataan. Laki-laki yang lahir pada 1987 dan pernah mengeyam pendidikannya di salah satu kota di Kaltim yakni Bontang dari SDN 002, SLTP RIGOMASI dan SMA Negeri 2 Bontang ini, tidak menyangka jika dirinya bakal akan go internasional. Padahal ia mendapatkan iImu yang dimiliki sekarang ini hanyalah otodidak dengan perjuangan yang tidak gampang, bahkan hampir membuatnya putus asa.
Namun berkat keuletan dan keinginan kuat ingin maju, Fei yang memiliki nama lengkap Faizal Usman akhirnya berhasil bangkit dan kini hasil-hasil karyanya banyak dilirik oleh artis-artis ibukota. Bahkan karena sering menjuarai berbagai event yang digelar di Indonesia, Fei akhirnya diundang oleh KBRI di 5 Negara. Dalam event berkelas Internasional dan bergensi ini, Fei akan mengangkat budaya Kaltim di 5 negara, yang akan dikunjunginya tersebut.
Sebenarnya, Fei ingin menggelar event show tunggal lebih dahulu di Kaltim, sebelum berangkat ke luar negeri. Hanya saja, terkendala oleh masalah dana.
Pada fashion show yang digelar di luar negeri tersebut, Fei bekerjasama dengan Nusantara Art Forum, yang setiap tahun melakukan misi kebudayaan ke Luar Negeri, dan disana Fei akan menampilkan tema ‘The Dark Romance’ yang akan digelar di event Fitven 2013 (Feria Internacional de Turismo de Venezuela) di Venezule, Amerika Latin pada Agustus 2013 ini. Menurut Fei, ini merupakan ajang memperkenalkan kebudayaan Indonesia di mata dunia, dan harapan Fei ia ingin memamerkan budaya daerah Kaltim yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri seperti Provinsi Kaltim Samarinda, yang memiliki batik Ampiek, selain itu Fei juga akan membawa pakaian adat khas Kutai Kartanegara, termasuk Bontang, dan Kutai Timur.
Tidak hanya di Venezuela, The Dark Romance juga berpartisipasi pada kegiatan KBRI di Los Angeles, Chicago, New York City dan Cuba. Kesemua event internasional ini akan berlangsung selama satu bulan, sejak Agustus hingga September 2013.
Ditemui di Kantor Ketua DPRD Kota Bontang, Fei yang sowan ke Ketua DPRD meminta restu kepada Neni Moerniaeny agar event yang akan dilaksanakan berhasil sukses. Neni sendiri mengaku sangat bangga mengetahui ada putra daerah asal Bontang bisa berhasil dan mandiri.
Fei sendiri dalam waktu dekat akan mengunjungi Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, yang diketahui sangat peduli dengan kebudayaan dan pariwisata. Menurut Fei, ia akan mempromosikan Kutai Kartanegara di 5 negara yang akan dikunjunginya tersebut.(cholisoh)


sumber    : http://www.korankaltim.com/designer-asal-bontang-pamerkan-budaya-kaltim-di-lima-negara/

Info Kalimantan Timur

Profil

Nama Resmi : Provinsi Kalimantan Timur
Ibukota : Samarinda
Luas Wilayah : 204.534,34 Km2  *)
Jumlah Penduduk : 3.908.737 Jiwa    *)
Suku Bangsa : Dayak, Melayu, Banjar, Jawa dll.
Agama : Islam, Kristen, Katolik.
Wilayah Administrasi : Kab.: 10,  Kota : 4,  Kec.: 140,  Kel.: 215,  Desa : 1.245  *)
Website: : http://www.kaltimprov.go.id
*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011

Sejarah

Kelahiran Provinsi Kalimantan Timur adalah beradasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 yang dikeluarkan pada tanggal 7 Desember 1956. Undang-Undang tersebut juga menjadi dasar dua Provinsi lainnya yaitu Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.  

Daerah-daerah otonom di Kalimantan yang telah dibentuk Belanda sebelumnya yaitu Daerah Federasi Kalimantan Barat, Daerah Banjar, Daerah Dayak Besar, Daerah Federasi Kalimantan Tenggara dan Daerah Federasi Kalimantan Timur merupakan daerah-daerah bagiannya. Perkembangan selanjutnya daerah-daerah otonom ini satu persatu meleburkan diri ke dalam wilayah RI dan bulan April 1950 secara tuntas Pulau Kalimantan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RI.

Arti Logo

Lambang Perisai bersudut lima adalah lambang alat pelindung dalam mencapai cita-cita revolusi 17 Agustus 1945.

 Bintang bersudut lima adalah lambang Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Republik Indonesia.

 Tulisan Kalimantan Timur adalah Provinsi Kalimantan Timur.

 Telabang, mandau dan sumpitan adalah lambang kesiapsiagaan dan kemampuan.

 Lingkaran dengan untaian minyak dan damar adalah lambang kekayaan alam.

 Lilitan rotan yang tak terputus-putus sebanyak 24 lilitan adalah lambang kesatuan dan kesatuan serta saat terbentuknya Provinsi Kalimantan Timur tanggal 1 Januari 1957 (1+1+1+9+5+7).

 Jumlah delapan untaian minyak, delapan untaian damar, dan satu tetesan akhir adalah tanggal proklamasi kemerdekaan. (8+8+1=17).

Untaian minyak dan damar masing-masing delapan tetesan adalah lambang bulan proklamasi kemerdekaan.

 4 titik terukir diujung mandau dan 5 lilitan pada ujung sumpitan adalah lambang tahun proklamasi kemerdekaan.

Tulisan "ruhui rahayu" di atas guci  berarti cita-­cita dan tujuan rakyat kalimantan timur dalam mencapai masyarakat bahagia, adil dan makmur, aman tentram yang di ridhoi oleh Allah SWT.
warna hijau :
kemakmuran,kesuburan
warna kuning emas :
keluruhan,keagungan
warna kuning:
kejayaan
warna merah :keberanian
warna putih:kesucian
warna hitam:kesesungguhan

  

  

  
Nilai Budaya
Masyarakat Kalimantan Timur utamanya suku asli,  dalam  upacara-upacara adat selalu menghubungkan  antara seni tari, seni musik, dan seni rupa dikaitkan dengan  kepercayaan mereka.

 Seni tari di Kalimantan Timur antara lain meliputi seni tari melayu, seni tari Dayak dan di Banjar yang terkenal dengan tari japin yang merupakan tarian tradisionil dari suku melayu. 

Senjata tradisional Kalimanatan Timur pada umumnya sama dengan senjata tradisional daerah Kalimantan lainnya yaitu senjata Mandau yang merupakan senjata tradisional suku Dayak.

 Sumber:
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/64/kalimantan-timur

kebiasaan budaya kaltim


Kebiasaan Menginang Pada Masyarakat Kalimantan Timur

Oleh Amurwani DL

Kebiasaan menginang atau makan sirih sudah dikenal pada masyarakat Indonesia sejak lama. Menurut Soekanto Tirtomijoyo, masyarakat Indonesia mengenal kebiasaan menginang sejak abad 6 Masehi. Pada masyarakat Kalimantan Timur kebiasaan ini dikenal kemudian pada abad 9 hingga 10 Masehi. Kebiasaan ini berkembang cukup pesat pada masyarakat Kalimantan Timur sehingga berdampak lus dalam kehidupan sosial, budaya, religi, dan ekonomi mereka. Selain itu, tempat penginangannya pun mendapat perhatian khusus dari masyarakat, tidak saja dibuat dari logam, akan tetapi juga dari anyaman rotan, kayu manik, dan kayu dilapisi emas menjadi ciri khas tersendiri dari daerah ini.

Kebiasaan Menginang
Pada masyarakat Kalimantan Timur, menginang atau makan sirih biasanya ditempatkan dalam suatu tempat yang khusus. Tempat ini biasanya disebut dengan istilah penginangan. Perlengkapan menginang seperti tempat sirih, tempat tembakau, alat penumbuk kinang, alat pemotong pinang, dan tempat ludah merah atau ludah sirih serta kinangnya ditempatkan dalam satu wadah.

Apabila orang hendak menginang biasanya disediakan kinang yang terdiri atas ramuan pokok dan ramuan pelengkap. Ramuan pokok terdiri dari daun sirih, gambir, kapur sirih, dan buah pinang, sedangkan ramuan pelengkap terdiri dari tembakau, kapulaga, cengkih, kunyit, dan daun jeruk. Ramuan pelengkap ini biasanya tidak sama jenisnya, antara satu orang dengan orang yang lain, ada pula yang menggunakan kinang secara lengkap, tetapi ada juga yang menggunakan sebagian saja, bahkan tidak menggunakan pelengkap sama sekali.

Ramuan yang akan digunakan untuk menginang biasanya dilumatkan dengan dikunyah, tetapi jika gigi tidak ada lagi biasanya ditumbuk. Kinang ini dinikmati dengan mengunyah dan memutar-mutarnya di dalam mulut selama beberapa waktu atau langsung digosok dengan tembakau.

Tembakau yang digunakan untuk membersihkan mulut tidak langsung dibuang, tetapi diputar-putar di dalam mulut dan setelah aromanya hilang baru dibuang, sedangkan tembakau biasanya oleh orang yang menginang diselipkan di sebelah pipi atau antara gigi dan bibir. Kebiasaan makan sirih ini bagi para pecandu memerlukan bahan, waktu, dan perhatian yang besar.

Fungsi Menginang
Fungsi primer menginang sama halnya dengan kebiasaan minum teh, kopi, dan merokok. Pada mulanya setiap orang yang menginang tidak lain untuk penyedap mulut. Kebiasaan ini kemudian berlanjut menjadi kesenangan dan terasa nikmat sehingga sulit untuk dilepaskan.

Kebiasaan menginang di samping untuk kenikmatan juga berfungsi sebagai obat untuk merawat gigi, terutama untuk memakan agar gigi tidak rusak atau berlubang. Fungsi menginang yang lain yaitu, menyangkut tata pergaulan dan tata nilai kemasyarakatan. Hal ini tercermin dari kebiasaan menginang, hidangan penghormatan untuk tamu, sarana penghantar bicara, sebagai mahar perkawinan, alat pengikat dalam pertunangan sebelum nikah, untuk menguji ilmu seseorang, dan sebagai pengobatan tradisional. Bahkan menginang juga digunakan sebagai upacara dan sesaji yang menyangkut adat istiadat serta kepercayaan dan religi.

Pada masyarakat Kalimantan Timur, khususnya suku bangsa Kutai dan Dayak adat istiadat menghidangkan sirih sebagai penghormatan kepada tamu. Tamu yang datang biasanya dijamu dengan sirih terlebih dahulu baru dijamu makan. Peranan sirih dalam masyarakat Kalimantan Timur dapat berfungsi sosial sehingga dapat menghilangkan jejak sosial antara satu dengan lainnya. Kebiasaan menghidangkan sirih dalam kehidupan sosial misanya seperti:

1. Hidangan Penghormatan
Pada masyarakat suku bangsa Dayak menginang tidak hanya menyangkut masalah kebiasaan saja, akan tetapi juga menyangkut tata pergaulan dan tata nilai kemasyarakatan, yakni sebagai lambang atau simbol dari solidaritas dan integrasi sosial bagi warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Hal ini tergambar dalam kebiasaan-kebiasaan menginang bersama, hidangan penghormatan untuk tamu, hidanganatau sarana pengantar bicara dan lain-lain. Kebiasaan ini terjadi dalam masyarakat terdahulu hingga sampai saat ini pada masyarakat pedalaman tidak meninggalkan budaya ini dalam kehidupan mereka.

2. Upacara Menyambut Tamu
Pada kerajaan Kutai dikenal upacara adat pangkon, yaitu upacara menyambut tamu kerajaan. Dalam upacara ini ada dua kelompok, yaitu pangkon wanita dan pangkon pria. Pengertian pangkon yaitu dipangku untuk menyambut tamu tersebut ada benda kerajaan yang dipangku sambil duduk bersila. Ada dua kelompok yang duduk memangku benda kerajaan ini yang duduk berhadapan berbaju hitam dan tamu yang datang harus berjalan di tengah. Alat yang dipangku itu antara lain adalah wadah kinang atau penginangan yang terbuat dari perak dan kuningan, ditambah alat lain seperti sumbul, lante, kipas, dan bokor. Pada dewasa ini upacara pangkon atau penyambutan tamu masih berlaku dalam kehidupan masyarakat Kutai, juga dalam upacara perkawinan pangkon ini berfungsi dalam upacara penobatan.

3. Upacara Pertunangan
Sebelum perkawinan ada upacara yang dikenal dengan pertukaran cincin. Bahkan sampai saat ini masyarakat suku bangsa Berau dan Bulungan dalam upacara pertukaran ini masih menggunakan tempat sirih dari pihak wanita menyerahkan kepada pihak pria dan sebaliknya.

Pada saat upacara perkawinannya, sebelum upacara perkawinan dilaksanakan peminangan oleh sekelompok utusan dari pihak pria yang datang ke rumah pihak wanita untuk menyatakan peminangan. Pada saat datang ke rumah pihak wanita inilah, satu di antara sarana yang digunakan untuk meminang adalah tempat sirih yang digunakan sebagai mas kawin. Jelaslah bahwa budaya menginang pada masyarakat Kalimantan Timur mempunyai fungsi sosial dan budaya, baik untuk menyambut tamu, adat perkawinan, maupun untuk upacara daur hidup lainnya.

Amurwani DL (Asdep Urusan Pemahaman Makna Sejarah dan Integrasi Bangsa/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)

Sumber: www.hupelita.com

Lambang Kalimantan Timur

Lambang Kalimantan Timur berbentuk perisai bersudut lima. Di dalam perisai terdapat simbol bintang, perisai, mandau, sumpit, tetesan minyak, dan damar.
Simbol bintang melambangkan kepercayaan terhadap Tuhan YME. Perisai melambangkan perdamaian. Sumpit dan mandau melambangkan perjuangan masyarakat Kalimantan Timur. Minyak dan damar sebagai tanda kekayaan alam yang melimpah di Kalimantan Timur. Dalam lambang, terdapat lukisan Ruhul Rahayu yang merupakan cita-cita mencapai masyarakat adil, makmur, aman, tentram, dan diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.

  
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Lambang_Kalimantan_Timur

 Rumah Adat Lamin Kalimantan Timur

  • Tentang Rumah Lamin
Sebagian besar penduduk Kalimantan Timur khususnya suku Dayak hidup secara berkelompok atau kekerabatan suku Dayak sangatlah kuat. Maka hal ini dibuktikan dengan rumah yang mereka bangun, sebagian besar rumah yang dibangun mereka secara berkelompom juga, selalu saja lebih dari 1 kepala kelaurga. Contohnya Rumah Adat Lamin yang diresmikan pada tahun 1987. Rumah yang berbentuk panggung tersebut tidak kurang dihuni 12 kepala keuarga atau skitar 50-100 orang. Diperkirakan ukuran rumah lamin sekitar dengan panjang mencapai 30 meter, lebar 15 meter dan tinggi sekitar 3 meter.
  • Ciri-ciri Rumah Lamin
Setiap rumah adat pastinya mempunya ciri khas yang menjadi daya tarik suku Dayak. Dalam rumah Lamin sendiri ada bebarapa ciri yang sangat kental seperti pada pada ukiran atap ada terdapat patung yang ebrbebtuk naga dan bunrung enggan. Yang mengandung arti kesaktian dan kewajiban masayarakat Dayak. Pada bagian dinding yang paling em,nonjol adalah dari segi warna. Rumah ini dominan dengan warna kuning, putih dan hitam yang berbentuk salur pakis dan mata yang masyarakat percaya mengandung makna suku Dayakmampu niat buruk orang lain yang akan  mencelakakan suku Dayak dan melambangkan persaudaraan suku Dayak. Selain itu juga pada bagian kaki yang berbnetuk ukiran kerangka manusia dan juga binatang wanita memakai kain, serta bentuk semi-abstrakyang melambangkan persaudaraan suku Dayak desa Pampang. Masayarat percya ukiran dan patung tersebut berfungsi untuk mengusir roh-roh jahat mengingat kepercayaan suku Dayak yang masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib atau animisme.
Bahan utama bangunan rumah adat Lamin adalah kayu ulin atau banyak orang yang menyebutnya sebagai kayu besi. Disebut kayu besi karena memang jenis kayu tersebut adalah kayu yang sangat kuat. Bahkan banyak orang mengatakan jika kayu ulin terkena air maka justru tingkat kekuatannya akan semakin keras. Mungkin hal inilah yang membuat banyak orang yang membangun rumah di atas dataran rawa atau pinggiran sungai namun tahan lama umur bangunannya. Selain bangunan, totem-totem yang ada di bagian depan Lamin juga terbuat dari bahan kayu ulin. Menurut saya pribadi, bangunan yang terbuat dari bahan kayu ulin memiliki kesan mewah karena warna hitam khasnya. Hanya saja menurut penduduk sekitar saat ini agak sulit untuk mencari pohon ulin karena ada alih konversi lahan serta perambahan hutan-hutan.
Di bagian dalam lamin terdapat beberapa alat yang biasa digunakan dalam melakukan upacara adat tertentu. Di bagian dalam Lamin sempat ada beberapa tengkorak kepala kerbau yang bertuliskan tanggal waktu. Menurut saya tanggal tersebut menunjukkan kapan seseorang tersebut meninggal. Dan juga Saya yakin tengkorak tersebut adalah bagian dari upacara melepas kematian yang biasa dilakukan oleh suku Dayak. ‘Menyembelih’ kerbau adalah rangkaian puncak dari upacara Kuangkai (lihat postingan saya sebelumnya) yang dilakukan untuk upacara kepergian seseorang yang telah meninggal).

Galeri Gambar



Budaya Terkait

sumber  : http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1055/rumah-adat-lamin-kalimantan-timur

Pulau Kalimantan

Kalimantan atau Borneo (toponim: Kalamantan,[1] Calémantan[2][3], Kalémantan[4], Kelamantan, Kilamantan, Klamantan, Klémantan, K'lemantan, Quallamontan[5]) adalah pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah barat Pulau Sulawesi. Pulau Kalimantan dibagi menjadi wilayah Brunei, Indonesia (dua per tiga) dan Malaysia (sepertiga). Pulau Kalimantan terkenal dengan julukan "Pulau Seribu Sungai" karena banyaknya sungai yang mengalir di pulau ini.
Pada zaman dahulu, Borneo -- yang berasal dari nama kesultanan Brunei -- adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda untuk menyebut pulau ini secara keseluruhan, sedangkan Kalimantan adalah nama yang digunakan oleh penduduk kawasan timur pulau ini yang sekarang termasuk wilayah Indonesia.[6][7] Wilayah utara pulau ini (Sabah, Brunei, Sarawak) untuk Malaysia dan Brunei Darussalam. Sementara untuk Indonesia wilayah Kalimantan Utara, adalah provinsi Kalimantan Utara.
Dalam arti luas "Kalimantan" meliputi seluruh pulau yang juga disebut dengan Borneo, sedangkan dalam arti sempit Kalimantan hanya mengacu pada wilayah Indonesia.
Kalimantan
Borneo Topography.png
Topografi Kalimantan
Geografi
Lokasi Asia Tenggara
Koordinat 1°00′LU 114°00′BT
Kepulauan Kepulauan Sunda Besar
Luas 743,330 km²
Ketinggian tertinggi 4,095 m
Puncak tertinggi Kinabalu
Negara
Brunei
Distrik Belait
Brunei dan Muara
Temburong
Tutong
Indonesia
Provinsi Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Malaysia
Negara bagian Sabah
Sarawak
Demografi
Populasi 16 juta (per 2000)
Kepadatan 22


Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_%28pulau%29

Budaya KALTIM

Ada 5 budaya dasar masyarakat asli rumpun Austronesia di Kalimantan atau Etnis Orang Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai dan Paser.[14] Sedangkan sensus BPS tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar).[15] Suku Melayu menempati wilayah pulau Karimata dan pesisir Kalimantan Barat, Sarawak, Brunei sehingga pesisir Sabah. Suku Banjar menempati pesisir Kalteng, Kalsel hingga Kaltim. Suku Kutai dan Paser menempati wilayah Kaltim. Sedangkan suku Dayak menempati seluruh daerah pedalaman Kalimantan. Keberadaan orang Tionghoa yang banyak di kota Singkawang dapat disamakan komunitas Cina Benteng yang bermukim di Kota Tangerang dekat Jakarta. Memang beberapa kota di pulau Kalimantan diduduki secara politis oleh mayoritas suku-suku imigran seperti suku Hakka (Singkawang), suku Jawa (Balikpapan, Samarinda), Bugis (Balikpapan, Samarinda, Pagatan, Nunukan, Tawau) dan sebagainya. Suku-suku imigran tersebut berusaha memasukkan unsur budayanya dengan alasan tertentu, padahal mereka tidak memiliki wilayaa adat dan tidak diakui sebagai suku asli Kalimantan, walaupun keberadaannya telah lama datang menyeberang ke pulau ini. Suku Bugis merupakan suku transmigran pertama menetap, ber-inkorporasi dan memiliki hubungan historis dengan kerajaan-kerajaan Melayu (baca: kerajaan Islam) di Kalimantan. Beberapa waktu yang lalu suku Bugis, mengangkat seorang panglima adat untuk pulau Nunukan yang menimbulkan reaksi oleh lembaga adat suku-suku asli. Tari Rindang Kemantis adalah gabungan tarian yang mengambil unsur seni beberapa etnis di Balikpapan seperti Banjar, Dayak, Bugis, Jawa, Padang dan Sunda[16] dianggap kurang mencerminkan budaya lokal sehingga menimbulkan protes lembaga adat suku-suku lokal.[17][18] Di Balikpapan pembentukan Brigade Lagaligo[19] sebuah organisasi kemasyarakatan warga perantuan asal Sulawesi Selatan dianggap provokasi dan ditentang ormas suku lokal.[20][21][22][23][24][25] Kota Sampit pernah dianggap sebagai Sampang ke-2. Walikota Singkawang yang berasal dari suku Tionghoa membangun di pusat kota Singkawang sebuah patung liong yaitu naga khas budaya Tionghoa yang lazim ditaruh atau disembahyangi di kelenteng. Pembangunan patung naga ini merupakan simbolisasi hegemoni politik ECI Etnis Cina Indonesia dengan mengabaikan keberadaan etnis pribumi di Singkawang sehingga menimbulkan protes oleh kelompok Front Pembela Islam, Front Pembela Melayu dan aliansi LSM. Penguatan dominasi politik ECI merupakan upaya revitalisasi negara Lan Fang[26] yang tentu saja akan ditolak oleh suku-suku bukan ECI[27], namun di lain pihak, suku Dayak mendukung keberadaan patung naga tersebut.[28]. Dalam budaya Kalimantan karakter naga biasanya disandingkan dengan karakter enggang gading, yang melambangkan keharmonisan dwitunggal semesta yaitu dunia atas dan dunia bawah. Seorang tokoh suku imigran telah membuat tulisan yang menyinggung etnis Melayu.[29] Walaupun demikian sebagian budaya suku-suku Kalimantan merupakan hasil adaptasi, akulturasi, asimilasi, amalgamasi, dan inkorporasi unsur-unsur budaya dari luar misalnya sarung Samarinda, sarung Pagatan, wayang kulit Banjar, benang bintik (batik Dayak Ngaju), ampik (batik Dayak Kenyah), tari zafin dan sebagainya.
Pada dasarnya budaya Kalimantan terbagi menjadi budaya pedalaman dan budaya pesisir. Atraksi kedua budaya ini setiap tahun ditampilkan dalam Festival Borneo yang ikuti oleh keempat provinsi di Kalimantan diadakan bergiliran masing-masing provinsi.[30][31][32] Kalimantan kaya dengan budaya kuliner, diantaranya masakan sari laut
 
SUMBER:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan

budaya unik suku dayak

Budaya Unik Suku Dayak Kalimantan Timur

Malam Bee's...^___^

Kali ini gw sbg bagian promosi di Dinas Pariwisata mau mempromosikan budaya Indonesia yg super n ga kalah dg budaya luar yg d anggap T.O.P...wekeke :DD

Budaya Indonesia sngt beragam...untuk malam ini gw share budaya Suku Dayak yg ada didaerah Provinsi Kalimantan Timur...yukz cekidot...:DD

1. Telinga Panjang
Telinga Panjang menjadi ciri khas orang Dayak, pada jaman dahulu hampir semua orang Dayak baik laki'' maupun perempuan bertelinga panjang.  Menurut Amai Pebulung ( seorang tetua suku Dayak Pampang ), Orang dayak  dahulu banyak hidup di hutan, ingin membedakan antara manusia dg monyet, “Jika telinga'y pendek berarti dia itu monyet…..” demikian dikatakan oleh amai Pebulung sambil tertawa terkekeh kekeh…*ngakak elegan

Bagi kaum wanita jika telinga'y semakin panjang & bandul telinga'y semakin banyak maka dia semakin cantik. Untuk kaum lelaki'y biasa'y bandul telinga'y dibuat ukir''an

Di desa Pampang masih ada bberapa ibu'' yg bertelinga panjang, dan juga beberapa tetua adat yg masih bertelinga panjang. Sementara itu untuk generasi muda'y udah ga lagi membuat teliga panjang krn pngaruh era moderenisasi...:DD

Tradisi memanjangkan telinga dalam mode lain juga dilakukan oleh suku Dayak. Dan yg masih melakukan'y hingga kini adalah suku Dayak Kenyah, Bahau & Kayan di Kalimantan Timur. Di kalangan orang Dayak Kenyah, baik laki'' maupun perempuan memiliki daun telinga yg sengaja dipanjangkan, akan tetapi panjang'y antara laki''  & perempuan berbeda. Kaum laki'' tidak boleh memanjangkan telinga'y sampai melebihi bahu'y, sedang kaum perempuan boleh memanjangkan'y hingga sebatas dada...Keren yach...:DD
Budaya Unik Suku Dayak Kalimantan Timur (Gambar 1) Budaya Unik Suku Dayak Kalimantan Timur (Gambar 2)



Budaya Unik Suku Dayak Kalimantan Timur (Gambar 3)sumber  
: http://www.thecrowdvoice.com/post/budaya-unik-suku-dayak-kalimantan-timur-3118799.html